SYA’IR SEMANGAT BERKARYA
وَلَا شَيْءٌ يَدُوْمُ فَكُنْ حَدِيْثاً # جَمِيْلَ الذّكْرِ فَالدُّنْيَا حَدِيْثُ
Tak ada satu pun di dunia ini yang kekal. Maka, ukirlah cerita indah sebagai kenangan. Karena dunia memang sebuah cerita
Tak ada satu pun di dunia ini yang kekal. Maka, ukirlah cerita indah sebagai kenangan. Karena dunia memang sebuah cerita
أَلَا لِيَقُلْ مَا شَاءَ مَنْ شَاءَ إِنّماَ # يُلاَمُ الفَتىَ فِيْمَا اسْتَطَاعَ مِنَ اْلأَمْرِ
Ungkapkanlah apa yang ingin diungkapkan. (Jangan ragu) pemuda memang selalu dicemooh lantaran kecakapannya.
Ungkapkanlah apa yang ingin diungkapkan. (Jangan ragu) pemuda memang selalu dicemooh lantaran kecakapannya.
ذَرِيْنِيْ أَنَالُ مَا لَا يُناَلُ مِنَ اْلعُلَى # فَصَعْبُ العُلىَ فِي الصَّعْبِ وَالسَّهْلُ فِي السَّهْلِ
تُرِيْدِيْنَ إِدْرَاكَ المَعَالِي رَخِيْصَةً # فَلَا بُدَّ دُوْنَ الشَّهْدِ مِنْ إِبَرِ النَّحْلِ
Biarkan aku meraih kemuliaan yang belum tergapai. Derajat kemuliaan itu mengikuti kadar kemudahan dan kesulitannya. Engkau kerap ingin mendapatkan kemuliaan itu secara murah. Padahal pengambil madu harus merasakan sengatan lebah.
تُرِيْدِيْنَ إِدْرَاكَ المَعَالِي رَخِيْصَةً # فَلَا بُدَّ دُوْنَ الشَّهْدِ مِنْ إِبَرِ النَّحْلِ
Biarkan aku meraih kemuliaan yang belum tergapai. Derajat kemuliaan itu mengikuti kadar kemudahan dan kesulitannya. Engkau kerap ingin mendapatkan kemuliaan itu secara murah. Padahal pengambil madu harus merasakan sengatan lebah.
سَتُبْدِيْ لَكَ الأَيَّامُ مَا كُنْتَ جاَهِلاً # وَيَأْتِيْكَ بِاْلأَخْبَارِ مَا لَمْ تُزَوِّدِ
Kelak waktu akan memperlihatkan dirimu sebagai orang yang bodoh, dan membawakan kabar untukmu tentang perbekalan yang kosong.
Kelak waktu akan memperlihatkan dirimu sebagai orang yang bodoh, dan membawakan kabar untukmu tentang perbekalan yang kosong.
لَقَدْ غَرَسُوْا حَتَّى أَكَلْناَ وَإِنَّناَ # لَنَغْرَسُوْا حَتَّى يَأْكُلَ النَّاسُ بَعْدَنَا
Para pendahulu telah menanam sehingga kita memakan buahnya. Sekarang kita juga menanam agar generasi mendatang memakan hasilnya.
Para pendahulu telah menanam sehingga kita memakan buahnya. Sekarang kita juga menanam agar generasi mendatang memakan hasilnya.
إِذَا فَاتَنِيْ يَوْمٌ وَلَمْ أَصْطَنِعْ يَدًا # وَلَمْ أَكْتَسِبْ عِلْماً فَمَاذَاكَ مِنْ عُمْرِيْ
Tatkala waktuku habis tanpa karya dan pengetahuan, lantas apa makna umurku ini?
Tatkala waktuku habis tanpa karya dan pengetahuan, lantas apa makna umurku ini?
ISLAM DAN SEMANGAT BERKARYA
Islam mendorong umatnya untuk terus melakukan perubahan ke arah kehidupan yang lebih maju, baik dari segi lahiri maupun batini. Hendaknya perubahan tersebut berakar dari masing-masing individu dan kemudian mengarah kepada perubahan masyarakat dan umat. Di sisi lain kemiskinan merupakan kenyataan yang tak terhindarkan di negara ini. kondisi yang berpotensi menghambat terwujudnya kesejahteraan secara lahiriyah. Karena itu Islam mewajibkan setiap muslim untuk berpartisipasi menanggulangi kemiskinan sesuai dengan kemampuannya. Anjuran itu berlaku juga bagi seseorang yang tidak mempunyai kemampuan materi, yaitu dengan menyumbangkan pemikiran dan simpatinya. Bahkan al-Qur’an mengecam dengan pedas orang-orang yang tidak berpartisipasi dalam pengentasan kemiskinan sebagai kelompok yang mendustakan agama (QS. Al-Maun: 1-3).
أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ فَذٰلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ
“ Apakah engkau melihat orang yang mendustakan catatan kehidupan (agama)? Itulah orang yang menghardik anak yatim, Dan tidak mendorong memberi makan orang miskin “.
Dalam diri manusia terdapat dua naluri yaitu naluri seksual dan naluri kepemilikan. Naluri kepemilikan akan mendorong manusia untuk bekerja dan berusaha. Bagi Islam, segala macam pekerjaan dan usaha yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam adalah terpuji. Sebaliknya, pengangguran dan ketidak telitian dalam pekerjaan merupakan kondisi yang sangat tercela dan perlu mendapat kecaman. Dalam satu hadis disebutkan bahwa:
اِنَّ اللهَ يُحِبُّ عَبْدَهُ اِذَا عَمَلَ اتَّقِنَ فِي عَمَلِهِ
“ Sesungguhnya Allah mencintai hambanya yang teliti dalam pekerjaanya “.
Etos kerja yang dilandasi visi dapat mengarahkan gerakan ekonomi rakyat pada satu tujuan, yaitu kemakmuran yang dinikmati oleh secara merata. Hal ini penting mengingat sistem ekonomi sekarang ini telah melahirkan kelompok kecil yang menguasai aktivitas perekonomian dunia dari hulu sampai hilir serta di sisi lain ketidakmampuannya mengangkat kelompok besar masyarakat dunia untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi. Realitasnya, masyarakat Indonesia yang miskin berada di dalam negara yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah adalah merupakan hal yang sangat memperhatikan.
Hal ini sangat bertentangan dengan tuntunan al-Qur’an yang selalu menyerukan tatanan masyarakat yang etis dan egalitarian. Maka Islam sangat menentang ketidakadilan sosial terjadi di tengah masyarakat.
Dalam sejarahnya, Nabi Muhammad saw. mempunyai langkah strategis dalam upaya menghindarkan umat dari ketidak adilan sosial. Beliau pernah menolak memberikan bantuan keuangan kepada seseorang yang terlihat mampu bekerja dan justru beliau memberi alat bekerja agar digunakan untuk bekerja keras. Memang harus diakui bahwa solidaritas sosial tidak dapat menyelesaikan persoalan kemiskinan secara tuntas. Namun yang terpenting di sini menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial terhadap masing-masing individu, terutama bagi mereka yang mempunyai kemampuan materi yang berlebih. Karena itu perlu ada penetapan hak dan kewajiban bagi kelas menengah ke atas sehingga muncul kesadaran tanggung jawab sosial untuk menciptakan keadilan kesejahteraan di tengah masyarakat. dalam konteks ini Islam mengajarkan konsep zakat yang merupakan hak delapan kelompok yang ditetapkan maupun melalui sedekah wajib yang merupakan hak bagi yang membutuhkan bantuan.
Untuk meraih cita-cita diatas, yaitu dengan meningkatkan etos kerja dalam setiap pekerjaan, kita perlu memperhatikan beberapa konsep Islam, diantaranya al-Kafaah wa at-Ta’ahul yaitu proprosinal dan profesinal. Dalam melakukan setiap pekerjaan hendaknya kita harus memperhatikan pekerjaan yang kita lakukan apakah kita sudah cocok, baik dan mampu untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Dan juga apakan kita sudah profesional dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. Selanjutnya al-Infitah yaitu trasparansi dalam setiap pekerjaan. Dengan trasparansi kita dapat menerima banyak masukan dan kritikan yang membangun dari kekurangan kita untuk kita perbaiki lagi ke arah yang lebih baik. Kemudian at Ta’awun alal Birri wa Taqwa yaitu membangun kemitraan yang posistif dan solid. Karena dengan kemitraan yang baik dan kesolidan, kita akan dapat dengan mudah menyelesaikan segala persoalan yang menghadang. Dan terakhir al-Mas’uliyah yaitu bertanggung jawab. Setelah kita menerapkan empat hal di atas kita juga harus siap bertanggung jawab atas hasil dari pekerjaan yang kita lakukan.
Kita menyadari bahwa keterlibatan seseorang dalam upaya meningkatkan etos kerja dalam rangka untuk kemajuan dan pengentasan kemiskinan merupakan salah satu bentuk ibadah dan tanggung jawab pribadi muslim dalam rangka meraih kebahagiaan di dunia dan akherat.
Berkarya Tanpa Batas |
Oleh Saifurroyya dari Berbagai Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar